Salam Ukhuwah, Jalin Silaturahim, Share Ilmu dan Saling Berbagi Informasi

Minggu, 08 Mei 2011

Demo dengan Semangat Dakwah

Artikel ini ana tulis untuk mengingatkan kita semua terkhusus ana pribadi yang berafiliasi sebagai kader dakwah yang mempunyai orientasi terhadap perkembangan dakwah dimasa yang akan datang agar kita mengetahui arah dan tujuan serta peran penting dalam menjalankan risalah dakwah, dalam hal ini bersama agenda-agenda KAMMI. Salah satu konsekuensi pegangan dalam menerima amanah sebagai kader KAMMI yang secara substansi adalah berani bergerak dalam konsep perjuangan, pengorbanan dan pengabdian yang mungkin juga bisa dijadikan rujukan pergerakan kita bersama, bahwa perjalanan hidup dalam sebuah organisasi jika kita relevansikan dengan dakwah tentu kita harus memiliki semangat ruhiyah dari aplikasi ke perjuangan, pengorbanan dan pengabdian tersebut. Banyak sekali referensi-referensi mengenai pembahasan seperti ini, jika diantara kita (sebagai kader tarbiyah) yang sudah menerima materi dari taujihat-taujihat ri’ayah ma’nawiyah tentu sudah menjadi suatu keharusan buat kita untuk bisa tetap menjaga orisinal dakwah ini dan dalam organisasi khususnya.

Secara singkat, terlebih dahulu ana mencoba sedikit mendeskripsikan dari implementasi konsep 3P tersebut (Perjuangan, Pengorbanan dan Pengabdian). Yang pertama adalah Perjuangan; ana mengartikannya begini, bahwa kita hidup tentu tidak hanya sebatas keinginan dalam hal materi atau ekonomi saja, kita hidup harus bisa berjalan diatas kebenaran (al-haq), kebenaran dalam arti bersama dakwah untuk meneruskan risalah perjuangan Rasulullah SAW, para sahabat dan generasi sesudahnya. Kita juga hidup tidak hanya untuk memikirkan diri sendiri atau egosentris (menjadikan diri pribadi sebagai pusat pemikiran/perhatian) saja, akan tetapi kita hidup -terbatas dengan kemampuan masing-masing kita, yang juga harus mempunyai ekuvalensinya dengan apa yang kita harapkan- senantiasa bisa memberikan konstribusi positif dalam perjalanan dakwah terhadap orang lain. Karena pada dasarnya kita tidak bisa hidup dengan sendiri melainkan bersama orang lain, dari sisi interaksi sosial dan dari sisi lainnya, tentu dalam hal positif. Sayyid Quthb pernah mengatakan, "hidup ini jika hanya untuk diri sendiri, maka ia terasa sempit dan tidak bermakna. Akan tetapi, jika hidup ini kita persembahkan untuk orang lain, maka ia akan terasa indah dan penuh makna".

Kedua; Pengorbanan, setelah kita bisa mulai berjuang dalam konteks kehidupan kita bahwa perjuangan itu tidak lepas dari yang namanya pengorbanan, mulai dari mengorbankan waktu, harta dan bahkan jiwa kita sekalipun, ini yang namanya jihad –tapi ada konsekuensinya- berdasarkan kondisi karena tidak ada jihad jika tidak konsekuensinya. Maka itulah konsepsinya bahwa yang namanya pengorbanan itu kita memang harus selalu siap menjual apa yang kita miliki. Dalam artian mengorbankan apa-apa yang bisa kita berikan untuk dakwah. Entah itu waktu, tenaga, materi, ilmu, dan sebagainya.

Adapun yang ketiga; yaitu Pengabdian, ini yang msangat penting. Setelah kita berjuang, kemudian berkorban atas perjuangan itu, maka segala apa yang kita lakukan dalam hidup, dalam mengemban dakwah ini, tentu di finalnya adalah pengabdian. Pengabdian yang diawali perjuangan dan pengorbanan yang kita tujukan hanya untuk Allah SWT. Karena hanya melalui jalan dakwah kita dapat mencapai kebenaran dan mengeliminasi yang namanya kebathilan. Sesungguhnya tidak ada yang lebih pantas untuk dinyatakan dan diangkat kepermukaan hidup ini selain kebenaran (al-haq) yang meliputi keadilan, kesusilaan, kejujuran serta sportivitas yang kita nyatakan secara vokal dan dipublikasikan setelah al-haq selain penolakan terhadap lawan kebenaran itu, yaitu kebatilan (al-batil) dan kemungkaran (al-munkar) dengan segala macam dan bentuknya. Hal ini sesungguhnya adalah misi agama Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana disinyalir Allah SWT dalam al-Qur’an, yang artinya: “Dialah Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (al-Islam), untuk ditinggikan (dimenangkan)-Nya atas semua agama lainnya. Meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya”. (QS. at-Taubah ayat 33 dan ash-Shaff ayat 9).

Di dalam Islam kita mengetahui bahwa amal kebaikan yang tinggi nilainya adalah jihad dengan segala tingkatannya, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu menyatakan kalimatul haq (ungkapan kebenaran) dihadapan penguasa atau segelintir orang yang dzolim. Salah satu langkahnya adalah Muzhaharoh atau demonstrasi. Yang perlu kita lakukan adalah kegiatan unjuk rasa secara vokal dan lugas atau terang-terangan dalam menyampaikan risalah dakwah, yaitu yang bersifat “munashoroh” atau “inkarul munkar”. Munasharoh, yakni menyatakan dukungan dan advokasi terhadap sebuah prinsip kebenaran yang sedang diperjuangkan, seperti munasharoh untuk segara disahkannya RUU sisdiknas yang berorientasi liberal (BPHP), atau UU Pornografi dan Pornoaksi dan semacamnya yang menurut ana itu layak untuk kita perjuangkan. Sementara, Inkarul Munkar adalah muzhaharoh yang menolak suatu prinsip kebathilan atau kemungkaran yang mengancam atau yang sudah terjadi, seperti penolakan terhadap pornografi dan pornoaksi, yang dimana setelah RUU ini dikeluarkan ternyata ada yang kontra, kontra dalam artian ia tidak berpihak dalam turut serta melegalisasi RUU tersebut, padahal sudah jelas konsekuensi dikeluarkan RUU Pornografi dan pornoaksi itu.

Dari sudut pandang itulah kita dapat menempatkan demo dalam konteks dakwah, karena demo dapat digunakan sebagai salah satu wasilah atau sarana dan bahasa dakwah yang menyatakan keberpihakan kita pada kebenaran dan penolakan tegas terhadap kebathilan. Dengan demikian, demo juga merupakan artikulasi dari amar ma’ruf nahi munkar melalui ekspresi vokal dan dukungan sosial, lantangnya sebuah demonstrasi yang akan mempengaruhi efektivitas pengerahan massa dan semakin banyak pendukung kebenaran maka hal tersebut akan semakin menunjukkan betapa kuatnya kebenaran itu. Sebagaimana media, ekspresi publik pada hakikatnya semata-mata adalah alat yang bisa digunakan untuk tujuan yang baik dan mulia, atau bisa sebaliknya yang dapat merugikan masyarakat sehingga muncullah yang namanya kontroversi.

Dan untuk memastikan apakah demo itu bernuansa atau bersifat "da’wi" maka haruslah dicermati beberapa hal;
Pertama, pastikan tujuan demo adalah untuk membela kebenaran (al-haq) atau menolak kebathilan;
Kedua, berniatlah untuk berdakwah dengan mengajak dan mempengaruhi opini publik agar berpihak pada kebenaran;
Ketiga, hendaknya tetap memperhatikan etika dakwah, seperti tidak memfitnah tapi menyebutkan fakta yang akurat, tidak melecehkan atau menyakiti tapi mengoreksi dan mengingatkan. Dan kita juga hendaknya tidak berlaku destruktif dan bahkan bersifat anarkis agar mampu memihak publik, dan tidak mengucapkan kata-kata kotor melainkan ungkapan yang masih berada dalam batas-batas etika umum.

Perlu mungkin ditegaskan bahwa menyatakan sesuatu secara lantang dan tegas dengan tuntutan yang keras, tidak berarti harus dengan bahasa dan cara yang kasar atau brutal, sebab kekuatan suatu komunikasi publik lebih terletak pada misi dan kekuatan bahasanya yang memiliki makna dan arti singkat tapi jelas dan memikat.

Kita lihat, banyak sekali aktivis-aktivis baik itu aktivis kampus maupun non-kampus (eksternal kampus) atau aktivis ormas-ormas lain yang sering melakukan demo sebagai bentuk perjuangan mereka terhadap hal-hal yang menurut mereka adanya suatu ketidakbenaran atau ketidakadilan, tapi efektivitasnya terjadi pada kekerasan. Kenapa ana katakan demikian –efektivitasnya terjadi pada kekerasan-, itu karena mereka melakukan demo tidak dikuatkan dengan alasan-alasan mendasar, dan yang krusial lagi menurut ana mereka melakukan demo tersebut juga tidak didasari dengan niatan untuk dakwah, itu artinya mereka menuntut dengan cara kemauan mereka sendiri-sendiri secara emosional. Tapi itu pandangan ana? Tafadhol pandangan atau persepsi kalian seperti apa.

Memang betul, emosional itu bagian dari pertahanan perlawanan, tapi jika tidak dilandasi dengan niat betul-betul ingin berkorban, ya.. hasilnya pasti terjadi kekerasan (anarkisme). "Sesungguhnya perbuatan itu tergantung dari niat". Nah, hal seperti inilah yang tidak kita inginkan dan harus benar-benar bisa terjaga dari kita sebagai kader dakwah.

Beberapa waktu lalu, kita bisa meliaht fenomena di Sulawesi Selatan para aktivis mahasiswa yang tergabung dari beberapa organisasi –tidak ada organisasi KAMMI- unjuk rasa atas kedatangan Wakil Presiden Budiono ke tempat mereka, mereka punya statemen yang menurut ana masih bisa ditolerir dan seharusnya unjuk rasa seperti itu tidak harus dilakukan. Kita lihat juga sejarah dari potret demo yang "da’wi" yang pernah dipraktekkan oleh Nabi Musa as dan Nabi Harun as, ketika mencoba meyakinkan Fir’aun tentang kebenaran dakwah yang mereka bawa. Dan pada peristiwa lain para "saharoh" (tukang sihir) Fir’aun berdemo menolak untuk melanjutkan kesetiaan mereka kepada Fir’aun meskipun mereka (para saharoh) itu menghadapi resiko yang sangat berat. Jika sudah menyangkut masalah keimanan, resiko apapun terjadi menjadi kecil dihadapan kebesaran Allah SWT.

Dalam semangat yang sama, meski tidak melibatkan massa. Seorang ibu terang-terangan menolak rencana kebijakan Umar bin Khattab yang akan membatasi nilai mahar dalam pernikahan. Dengan kata-kata yang lantang tapi sopan dan jelas, Umar pun menerima protes perempuan itu dengan mengatakan, “Perempuan itu benar dan saya salah”.

Dakwah adalah sebagai pekerjaan paling mulia dan ucapan yang paling baik, sangat layak untuk disampaikan dengan berbagai sarana yang halal, tetapi bukan menghalalkan segala cara dan sarana. Demo yang "da’wi" adalah demo yang halal atau mubah, namun sesuai dengan tingkat urgensinya, ia bisa meningkat hukumnya menjadi sunnah dan bahkan wajib untuk dilakukan atau diikuti.

Kita bisa lihat contoh lagi, pada saat Negara yang dikenal sebagai Negara Pyramid, yang memiliki Universitas tertua di dunia yakni Universitas Al-Azhar. Sempat bergejolak karena unjuk rasa besar-besaran terjadi dengan tujuan ingin melengserkan kekuasaan rezim Hosni Mobarak yang sudah 30tahun lebih berkuasa, walaupun dengan sikap egoismenya (Hosni Mobarak) dengan bersikeras tidak akan mau mundur sebelum bulan Nopember 2010 lalu, tapi akhirnya dia juga menyerah dan turun dari kursi kepresidenannya. Hal ini terjadi karena hampir seluruh rakyat Mesir menginginkan sebuah perubahan “revolusi” demi tegaknya kebenaran.

Hal serupa kan sudah terjadi di Negara kita pada reformasi tahun 1998 lalu, rezim Soeharto telah berhasil dilumpuhkan dengan demo besar-besaran yang salah satu pelopornya adalah aktivis-aktivis mahasiswa KAMMI. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.

Seorang da’i/da’iyah, kiranya belum lengkap keda’i/da’iyahannya dan belum optimal menjalan tugasnya jika belum menyalurkan misi dakwahnya melalui berbagai saluran yang wajar dan terdiversifikasi, antara lain dengan cara demo yang bernuansa Islami. Dan ini pernah kita lakukan pada bulan April lalu, hal luar biasa yang menjadi catatan agenda KAMMI Komisariat Berau yang menurut ana akan menjadi sebuah sejarah perjalanan KAMMI di Berau. Yakni demo atau aksi damai menentang embargo Israel di Palestine. Pada aksi tersebut ana catat ada sekitar 300an mahasiswa Berau dari 3 Perguruan Tinggi dan Organisasi Kemahasiswaan yang ada di Berau yang langsung dimotori oleh KAMMI Berau, padahal KAMMI Komisariat Berau baru terbentuk hanya bersilang beberapa bulan saja, yakni setelah DM1 Pertama dilaksanakan pada tanggal 2-3 Maret 2010, dan pada saat itupun belum ada deklarasi kepengurusan, setelah kepengurusan resmi dilantik pada tanggal 20 Juni 2010 dan terpilih "Akhi Jumardi" sebagai Ketua Umum dan penulis sendiri "Hermansyah" sebagai Sekretaris Umum untuk periode 2010-2011. Itu artinya bahwa KAMMI Komisariat Berau adalah bagian dari sebuah pergerakan untuk menuju perubahan dalam segala bidang. Aksi ini pun berlangsung dengan damai, tertib, dan mengasyikkan. Kenapa ana katakan mengasyikkan, karena belum pernah ada aksi terbesar yang terjadi di Kabupaten Berau sebelum dan sesudah aksi damai tersebut. Dan ini layak untuk dicatat sebagai aksi damai mahasiswa terbesar di Kabupaten Berau. Nah.. ketika hal seperti ini bisa kita lakukan, bagaimana dengan hal lain. Apakah kita siap untuk berdemo dengan semangat dakwah, ataukah kita berdemo hanya ingin kepopularitasan yang menurut ana tidak memiliki arti dan manfaat yang jelas. Tentu tidak kan?

Tapi ana yakin bahwa kita, akan berjuang dengan semangat dakwah yang menggebu-gebu. Dan lebih dari itu, demo akan memberikan nilai tambah berupa pengalaman tarbiyah maidaniyah (pengalaman yang baik dari lapangan), sebab seorang aktivis/da’i/da’iyah adalah tipe manusia yang senantiasa terus memobilisasi (bergerak, berjuang dan berkorban). Suatu saat nanti, kita akan berada di belakang meja, pada saat yang lain tampil di depan forum ilmiah, dan di lain waktu ia berada di depan memimpin massa demo yang gagah tapi beradab dan beretika.

Kembali kita lihat sebuah realita, bahwa kegiatan demo sangat membutuhkan etika dan semangat dakwah agar tidak destruktif dan anarkis tetapi justru memberikan pembelajaran "learning" dan membangun stigma positif, sementara dakwah Islamiyah yang bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan menolak kebathilan, kadang memerlukan demo sebagai salah satu sarana dalam menyampaikan misinya.

Ketika dakwah mengambil demo sebagai suatu pilihan cara dan strateginya, maka pilihan ini harus mendapat dukungan para aktivis kader dakwah dan itu adalah kalian (kader-kader KAMMI para pejuang dakwah). Alangkah indah dan menyejukkan hati ketika kita melihat jama’ah yang besar sedang menunaikan shalat berjama’ah dengan rapi dan khusyu’. Alangkah indahnya pemandangan yang serupa yang bisa dinikmati saat menyaksikan gelombang demo yang besar, tetapi dengan tertib (jama’i) serta khusyu’ menjalankan agenda-agendanya. Dakwah dan kader dakwah perlu membuat citra dan memperkenalkan terus demo yang "da’wi". Ingat demo yang "da’wi" (demo dengan semangat dakwah), bukan demo yang anarki.

Siapkan agenda besar, bergerak, tunjukkan, dan tuntaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron