Salam Ukhuwah, Jalin Silaturahim, Share Ilmu dan Saling Berbagi Informasi

Rabu, 04 Mei 2011

Komoditas Liberalisasi : Institusi Pendidikan

Ironisnya institusi pendidikan menjadi salah satu targetan komoditas yang dapat di liberalisasi. Sektor pendidikan dalam GATS (General Agreement on Trade Service) terdiri dari Primary Education Services (CPC 921), Secondary Education Services (CPC 922), Higher Education Services (CPC 923), Adult Education Services (CPC 929).

Menurut Darmaningtiyasdi, setiap sektor dan subsektor selalu tercantum ‘others’ yang berarti sektor lain yang belum tercakup (IGJ, 2004). Artinya pendidikan merupakan salah satu sektor yang dapat diliberalisasi. Hal tersebut tidak terlalu mengherankan melihat konsepsi neoliberalisme merupakan konsepsi yang intinya adalah pembebasan arus perpindahkan modal dengan mengurangi sebanyak-banyaknya peran negara dalam mengatur perpindahan modal tersebut untuk menuju suatu keadaan pasar bebas di segala bidang. Konsekuensinya adalah semakin direduksinya peran negara sehingga menurut kaum hiperglobalisasi pada akhirnya menjadikan negara hanya sebagai transmission belts bagi kapital global.

B. Herry-Priyono (2004), menulis, “Neoliberalisme dapat diringkas dalam dua definisi, pertama; neoliberalisme adalah paham/agenda pengaturan masyarakat yang didasarkan pada dominasi homo oeconimicus atas dimensi lain manusia (homo culturalis, zoon poltikon, dan homo socialis, dsb). Kedua; sebagai kelanjutan pokok pertama, neoliberalisme kemudian juga dipahami sebagai dominasi sektor finansial dan sektor rill dalam ekonomi-politik. Definisi yang pertama lebih menunjuk ‘kolonialisasi eksternal’ homo oeconomicus atas berbagai dimensi antropologis lain dalam multidimensionalitas manusia, sedangkan definisi yang kedua menunjuk ‘kolonialisasi internal’ homo financialis atas aspek-aspek lain dalam multidimensionalitas tata homo oecominicus itu sendiri”.

Artinya konsepsi neoliberalisasme memang mengedepankan aspek ekonomi yang bebas. Sedangkan aspek lain dikesampingkan. Konsekuensinya aspek kepentingan publik pun dapat dinomorduakan. Sedikitnya terdapat 4 alasan mengapa pendidikan menjadi salah satu komoditas yang dimasukkan oleh para kapitalis dan elit sebagai bidang yang harus di liberalisasi:

1. Menurut konsensus Washington sebagai perlambang neoliberalisme mensyaratkan secara tidak langsung adanya reduksi peran negara dalam pasar. Berangkat dari sebuah konsepsi bahwa sektor publik pun dapat diliberalisasi, mengindikasikan proses liberalisasi jasa merupakan salah satu upaya menciptakan pasar bebas. Subsidi dianggap sebagai candu bagi masyarakat yang harus disingkirkan karena menghambat terciptanya kemandirian individu dan dianggap menghambat terciptanya pasar bebas dalam persaingan akumulasi modal. Pendidikan merupakan salah satu sektor yang selama ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah karena merupakan kepentingan umum. Akan tetapi, bila dilihat dari konsepsi neoliberalisme, pendidikan pun harus diliberalisasi untuk mencipatakan pasar bebas.

2. Sektor pendidikan merupakan salah satu bisnis yang paling menjanjikan. Mengingat pada era globalisasi ini, pendidikan bukan lagi berfungsi sebagai jendela yang mencerahkan melainkan syarat kebutuhan untuk meningkatkan status ekonomi. Hal tersebut merupakan keharusan yang harus dimiliki seseorang untuk dapat memasuki sistem kerja yang ada. Dalam teori kontruksi sosial kapitalisme, pendidikan merupakan media untuk dapat menghasilkan tenaga-tenaga terdidik maupun terlatih untuk mengisi kebutuhan pasar dalam hal ini infrastruktur kapitalis yang diaplikasikan dalam perusahaan-perusahaan besar. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila pola pendidikan yang dihasilkan berpola instan dan menyesuaikan pada kebutuhan dunia kerja. Hal tersebut yang menyebabkan pola pendidikan yang teraplikasi dalam kurikulum di intitusi pendidikan Indonesia semakin berorentasi kepada kebutuhan pasar.

3. Ketergantungan negara berkembang terhadap lembaga internasional akan bantuan. Terjebaknya negara berkembang dalam hutang terhadap IMF dan Bank Dunia memaksa negara berkembang mengalokasikan anggarannya sesuai pesanan kembaga donor. Liberalisasi pendidikan merupakan salah satu pesanan dari lembaga donor yang notabenenya merupakan institusi penyokong neoliberalisme dunia.

4. Masih berhubungan dengan alasan ketiga. Negara berkembang di paksa untuk menggunakan alasan ketidakmampuan negara untuk mensubsidi masyarakat. Hal tersebut didukung dengan data bahwa pada tahun ajaran 2002/2003 saat konsep liberalisasi mulai direalisasikan, subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah masih tinggi. UI sebesar Rp. 129 milyar, IPB sebesar Rp. 92 milyar, ITB sebesar RP. 78 milyar, dan UGM terbesar dengan jumlah Rp. 310 milyar (Koran TEMPO, 6 Juli 2003).

Padahal bila kita melihat kebijakan pemerintah. Pemerintah masih jauh mengalokasikan dana besar pada militer, hutang dan subsidi kepada para pengusaha secara tidak langsung. Alasan ketidakmampuan tidak dapat diterima. Negara lain pun yang pendapatan perkapitanya tidak berbeda jauh dengan Indonesia masih dapat mengalokasikan dananya untuk pendidikan sehingga pendidikan dapat murah bahkan gratis. Sebenarnya semua tergantung pada kemauan politik pemerintah. Atau lebih tepatnya kemauan politik elit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron