Salam Ukhuwah, Jalin Silaturahim, Share Ilmu dan Saling Berbagi Informasi

Selasa, 08 Februari 2011

6 Perusak Ukhuwah

Dalam tatanan kehidupan bermasyarakat Islam, persatuan dan kesatuan atau yang disebut dengan ukhuwah Islamiyah merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar, apalagi hal ini merupakan salah satu ukuran keimanan yang sejati bagi setiap individu Muslim. Karena itu, ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, yang pertama beliau lakukan adalah Al-Muakhah, yakni mempersaudarakan sahabat dari Makkah atau muhajirin dengan sahabat yang berada di Madinah atau kaum Anshar. Ini berarti, ketika seseorang atau suatu masyarakat beriman, maka seharusnya ukhuwah Islamiyah yang didasari oleh iman menjelma dalam kehidupan sehari-hari, Allah SWT berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurat [49]:10).

Satu hal yang harus diingat bahwa ketika ukhuwah islamiyah hendak diperkokoh atau malah sudah kokoh, ada saja upaya orang-orang yang tidak suka terhadap persaudaraan kaum Muslimin, mereka berusaha untuk merusak hubungan di antara sesama kaum Muslimin dengan menyebarkan fitnah dan berbagai berita bohong. Prihal ini rentan sekali dilakukan oleh mereka yang tergolong dalam neo-sekularisme, atau bahkan dari umat Islam itu sendiri yang notabenenya adalah kaum Liberal.

Dalam kehidupan umat Islam, kita akui bahwa ukhuwah Islamiyah belum terwujud secara ideal, namun musuh-musuh umat ini tidak suka bila ukhuwah itu terwujud, mereka terus berusaha menghambatnya. Karena itu, setiap kali ada berita buruk, kita tidak boleh langsung mempercayainya, tapi lakukan tabayyun atau cek dan ricek terlebih dahulu kebenaran berita itu. Allah SWT, berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya sehingga kamu akan menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat [49]: 6).

Asbabun nuzul tersebut di atas adalah, mengenai kisah bahwa suatu ketika al-Harits datang menghadap Nabi Muhammad SAW, kemudian beliau SAW mengajaknya masuk Islam, bahkan sesudah masuk Islam ia menyatakan kemauan dan kesanggupannya untuk membayar zakat. Kepada Rasulullah, al-Harits menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” Namun ketika zakat sudah banyak dikumpulkan dan sudah tiba waktu yang disepakati oleh Rasul, ternyata utusan beliau belum juga datang. Maka al-Harits beserta rombongan berangkat untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi SAW.

Sementara itu, Rasulullah SAW mengutus al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat, namun di tengah perjalanan hati al-Walid merasa gentar dan menyampaikan laporan yang tidak benar, yakni al-Harits tidak mau menyerahkan dana zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah SAW tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui al-Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan al-Harits, ia berkata, “Kami diutus kepadamu.” al-Harits bertanya, “Mengapa?” Para sahabat menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengutus al-Walid bin Uqbah, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.” al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.” Maka ketika mereka sampai kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menahan zakat dan hendak membunuh utusanku?”, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat tersebut.

Surat al-Hujurat ayat 6 di atas menggunakan kata naba’ bukan khabar. M. Quraish Shihab dalam bukunya "Secercah Cahaya Ilahi" halaman 262 membedakan makna dua kata itu. “Kata naba’ menunjukkan berita penting, sedangkan khabar menunjukkan berita secara umum. Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong, dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi.”

Dikesempatan ini kita mencoba memahami hal-hal yang dapat menyebabkan hilangnya ukhuwah diantara sesama Muslim. Dan mengingat kedudukan ukhuwah islamiyah yang sedemikian penting, maka memeliharanya menjadi sesuatu yang amat ditekankan. Disamping harus mengecek kebenaran suatu berita buruk yang menyangkut saudara kita yang muslim, ada beberapa hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah bisa tetap terpelihara. Allah SWT berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujurat [49]: 11-12)

Dari ayat di atas, ada beberapa hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah tetap terpelihara:

Pertama, memperolok-olok, baik antar individu maupun antar kelompok, baik dengan kata-kata maupun dengan bahasa isyarat karena hal ini dapat menimbulkan rasa sakit hati, kemarahan dan permusuhan. Manakala kita tidak suka diolok-olok, maka janganlah kita mengolok-olok, apalagi belum tentu orang yang kita olok-olok itu lebih buruk dari diri kita.

Kedua, mencaci atau menghina orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, apalagi bila kalimat penghinaan itu bukan sesuatu yang benar. Manusia yang suka menghina berarti merendahkan atau meremehkan orang lain, dan iapun akan jatuh martabatnya. Tentu hal ini tidak diajarkan dalam Islam.

Ketiga, memanggil orang lain dengan panggilan atau gelar-gelar yang tidak disukai. Kekurangan secara fisik bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk memanggil orang lain dengan keadaan fisiknya itu. Orang yang pendek tidak mesti kita panggil si pendek, orang yang badannya gemuk tidak harus kita panggil dengan si gembrot, begitulah seterusnya karena panggilan-panggilan seperti itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Memanggil orang dengan gelar sifat yang buruk juga tidak dibolehkan meskipun sifat itu memang dimilikinya, misalnya karena si A sering berbohong, maka dipanggillah ia dengan si pembohong, padahal sekarang sifatnya justru sudah jujur tapi gelar si pembohong tetap melekat pada dirinya. Karenanya jangan dipanggil seseorang dengan gelar-gelar yang buruk.

Keempat, berburuk sangka "Su'udzon" atau "Negatif Thinking", ini merupakan sikap yang bermula dari iri hati (hasad). Akibatnya ia berburuk sangka bila seseorang mendapatkan kenikmatan atau keberhasilan. Sikap seperti ini harus dicegah karena akan menimbulkan sikap-sikap buruk lainnya yang bisa merusak ukhuwah islamiyah. Dari "aura negatif" saja apabila itu timbul maka pasti akan berpengaruh terhadap orang-orang didekatnya.

Kelima, mencari-cari kesalahan orang lain, hal ini karena memang tidak ada perlunya bagi kita, mencari kesalahan diri sendiri lebih baik untuk kita lakukan agar kita bisa memperbaiki diri sendiri.

Keenam, bergunjing dengan membicarakan keadaan orang lain yang bila ia ketahui tentu tidak menyukainya, apalagi bila hal itu menyangkut rahasia pribadi seseorang. Manakala kita mengetahui rahasia orang lain yang ia tidak suka bila hal itu diketahui orang lain, maka menjadi amanah bagi kita untuk tidak membicarakannya.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa ketika ukhuwah islamiyah kita dambakan perwujudannya, maka segala yang bisa merusaknya harus kita hindari. Bila ukhuwah sudah terwujud, yang bisa merasakan manfaatnya bukan hanya sesama kaum muslimin, tapi juga umat manusia dan alam semesta, karena Islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam "Rahmatan lil 'alamin". Karenanya mewujudkan ukhuwah Islamiyah merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron